Rabu, 10 Agustus 2011

Adanya gambar ‘lelaki’ di Bulan sudah sejak lama diketahui. Akan tetapi kini pesawat ruang angkasa Solar Dynamics Observatory telah mendeteksi wajah ‘pria tua’ di Matahari.
Setidaknya wajah pria itu muncul selama beberapa hari sebelum lenyap. Dalam beberapa gambar dengan panjang gelombang yang berbeda, tampak ‘pria tua’ itu kadang gembira, jahat, atau kelihatan sedang marah.
Dikutip dari Universe Today, 27 Juli 2011, film yang diambil oleh NASA ini menunjukkan bahwa gambar-gambar yang diambil menggunakan panjang gelombang yang berbeda dapat mengungkapkan bentuk yang berbeda.
Panjang gelombang yang berbeda ditunjukkan dalam urutan dari temperatur material paling rendah hingga temperatur paling tinggi. Gambar yang diambil ini dimulai dari permukaan Matahari dan perlahan bergerak ke corona bagian atas Matahari.

Penampakan Wajah Pria di Matahari

Posted by Kira's Blog
Tag :

Monster laut seperti yang dideskripsikan dalam kisah-kisah pelaut kuno, bukan berarti sepenuhnya mitos. Sejumlah ilmuwan mengklaim, mahluk itu nyata. Meski, penampakan mereka tak seperti yang digambarkan Film 'Jurassic Park', tak mirip mahluk prasejarah.
Para ilmuwan mendiskusikan kemungkinan adanya mahluk raksasa di dalam laut yang belum ditemui dalam ajang Zoological Society of London (ZSL). Salah satu pembicara adalah  ilmuwan palaeontolog, Dr Darren Naish. "Sejumlah penampakan 'monster laut' yang dilaporkan tidak semuanya bisa dikatakan sebagai salah tafsir, ketidaktahuan, atau hoax alias kabar bohong".
Setidaknya, beberapa di antaranya -- khususnya yang ditemui orang-orang yang mengerti benar tentang alam -- adalah deskripsi hewan nyata yang belum diketahui eksistensinya. Apalagi, "sejumlah besar hewan laut besar terus ditemukan, seperti ikan paus dan hiu jenis baru. Jadi, ide bahwa spesies 'monster' itu hanya menunggu waktu, setidaknya masuk akal," kata Naish.
Meski demikian, ia menolak ide bahwa penampakan 'monster laut' mirip mahluk-mahluk prasejarah. Msialnya, punya leher panjang seperti Dinosaurus.
Sementara, sesi bertajuk "Kriptozoologi: Sains atau Pseudosains" diselenggarakan Dr Charles Paxton dari University of St Andrews.
Ia berpendapat, salah untuk mengasumsikan bahwa semua hewan besar di dalam laut telah ditemukan saat ini. "Jika kriterianya hanya besar, bukan ini yang dimaksud," kata dia. Misalnya, pada tahun 1995, ditemukan ikan pari yang hidup di dasar laut, panjangnya 3,42 meter.
"Ada perbedaan antara binatang yang hidup di dasar laut dan mereka yang muncul untuk menghirup udara, tapi kita telah menemukan sejumlah spesies baru paus," tambah dia.
Senada dengan Naish, ia setuju bahwa tipis kemungkinan kita akan menemukan hewan plesiosaurus. "Jika ada hewan prasejarah yang hidup hari ini akan menyiratkan bahwa ada sesuatu yang sangat salah dengan pemahaman kita tentang catatan fosil," katanya.
Untuk diketahui, delapan spesies laut berukuran besar telah ditemukan dalam 20 tahun terakhir. Pada tahun 1905, ahli zoologi Meade-Waldo Edmond dan Michael Nicoll menemukan 'ular laut' di lepas pantai Brasil.
Sementara, kriptozoologi memiliki arti harafiah, 'studi tentang binatang yang tersembunyi'. Ini mengacu pada usaha menemukan makhluk mitos yang keberadaannya belum terbukti, seperti Loch Ness raksasa, Bigfoot dan Yeti.

Monster Laut Benar-benar Ada

Posted by Kira's Blog
Tag :
Sebuah komet yang belum sempat diberi nama menabrakkan diri ke Matahari pada 5 Juli 2011 lalu. Dari penelitian, komet itu diperkirakan terbuat dari es.

Menurut para peneliti, sebagian besar komet sungrazer (komet yang bergerak sangat dekat dengan matahari) seperti ini diyakini berasal dari pecahan dari sebuah komet raksasa yang hancur beberapa abad lalu.

Sebagai informasi, komet sungrazer yang umumnya terbuat dari debu, bebatuan, dan es, jarang terdeteksi saat di dekat matahari karena cahaya mereka tertutup oleh terangnya solar disk atau piringan cahaya yang berada di sekeliling matahari.

Komet yang mampu bertahan dari panasnya korona matahari ini kemudian lenyap di kawasan chromosphere yang memancarkan panas hingga 100 ribu derajat Kelvin atau sekitar 99.726,85 derajat Celcius.
Tag :
SETI (Search for Extraterrestrial Intelligence) mengalami pukulan telak pada April tahun ini ketika mesin pencari alien utama mereka yakni Allen Telescope Array (ATA), jaringan teleskop di kawasan utara California dibekukan akibat kekurangan dana operasional.

Namun kini, mereka yang sangat ingin mengetahui apakah ada peradaban lain di luar planet Bumi bisa membantu agar proyek tersebut bisa kembali berlanjut. Lewat upaya crowdsourcing yang disebut dengan SETIstars, Anda bisa membuat ATA kembali diaktifkan.

Serupa dengan upaya penggalangan dana lainnya, SETIstars merupakan usaha untuk mengumpulkan dana agar terkumpul anggaran yang cukup untuk biaya operasional setidaknya untuk satu tahun. Targetnya, mereka ingin mengumpulkan dana sebesar US$ 200 ribu.

Saat berita ini diturunkan, SETI tinggal memiliki waktu kurang dari satu pekan (6 hari) sebelum tenggat waktu. Sementara dana yang terkumpul baru mencapai US$102.988.

Meski ATA bukanlah satu-satunya teleskop radio yang bisa digunakan untuk pencarian SETI, namun observatorium itulah yang paling penting untuk melakukan tugas itu. Adapun krisis anggaran terjadi saat pemerintah AS dan National Science Foundation – lembaga pemerintah yang mendukung pendidikan dan penelitian mendasar di seluruh bidang non medis dari sains dan teknik – memangkas kontribusi mereka secara signifikan.

“Kami membuka situs sederhana dengan mandat yang jelas: mengumpulkan dana dari komunitas untuk membantu mengaktifkan kembali ATA,” sebut SETIstars, seperti dikutip dari situs mereka, 25 Juli 2011. “Namun ini hanyalah awalan. Mengaktifkan kembali ATA merupakan langkah pertama yang paling penting,” sebut SETIstars.

Anda ingin bantu SETI mencari alien? Silakan sumbangkan dana lewat situs mereka di sini.

SETI Galang Dana untuk Cari Alien

Posted by Kira's Blog
Tag :
Juno, pesawat ruang angkasa NASA mulai melakukan perjalanannya menuju ke Jupiter, planet terbesar dalam tata surya kita. Jika tidak ada aral melintang, pesawat tak berawak itu akan tiba di Jupiter pada Juli, tahun 2016 mendatang.

Setiba di sana, Juno akan mempelajari planet raksasa itu dari orbitnya dalam kurun waktu 1 tahun planet Bumi. Misi ini bertujuan untuk membantu para ilmuwan untuk memahami secara lebih baik bagaimana dan kapan Jupiter lahir. Informasi ini dapat menyibak bagaimana proses pembentukan planet dan evolusi tata surya kita.

“Kami juga akan mempelajari bahan pembentuk Jupiter,” kata Scott Bolton, Principal Investigator Juno, dari Southwestern Research Institute di San Antonio, Amerika Serikat, seperti dikutip dari laman Space.com, 7 Agustus 2011. “Kami berupaya memahami struktur di dalamnya, dan bagaimana ia terbentu. Ini akan membantu kami mengetahui apa yang terjadi di masa lalu yang kemudian membuat kita semua menjadi ada,” ucapnya.

Sejauh ini, peneliti menduga, sejak awal, Jupiter merupakan planet yang rakus. Ia menelan sebagian besar gas dan debu yang ada di tata surya setelah Matahari terbentuk.

Akibatnya, Jupiter menjadi raja dari planet-planet yang ada di tata surya. Ia menguasai dua kali lipat massa dari apapun yang ada di tata surya jika digabung (kecuali Matahari). Namun demikian, tidak banyak hal yang diketahui oleh para ilmuwan seputar planet raksasa itu.

Sebagai contoh, peneliti belum bisa memastikan apakah planet itu punya inti yang padat yang terdiri dari elemen berat, ataukah ia seluruhnya terbuat dari gas. Dan yang pasti, belum jelas juga bagaimana dan di mana Jupiter terbentuk.

Misi Juno senilai USD 1,1 miliar tersebut didesain untuk menginvestigasi itu dan misteri lainnya. Setelah mengambil tempat di orbit lonjong planet itu, lima tahun dari sekarang, pesawat ruang angkasa Juno akan mempelajari atmosfir dan komposisi Jupiter, selain itu juga memetakan medan magnet dan gravitasi.

Selidiki Air
Juno juga akan mengukur kandungan air pada atmosfir tebal yang berputar-putar milik Jupiter untuk mengetahui lebih lanjut seputar kelahiran planet itu. Seperti diketahui, Jupiter yang cukup basah mengindikasikan bahwa planet itu terbentuk jauh dari Matahari dan kemudian bermigrasi ke posisi sekarang ini setelah ia terbentuk.

“Kami akan menggunakan detektor gelombangmikro dan terbang persis di atas awan Jupiter dan melihat ke bawah pada ketebalan awan yang berbeda untuk mengukur jumlah air yang ada,” kata Fran Bagenal, Juno co-investigator asal University of Colorado.
“Sama halnya seperti melakukan CT scan namun terhadap awan tebal Jupiter,” ucap Bagenal.

Roket NASA Tiba di Jupiter Pada 2016

Posted by Kira's Blog

Select Your Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Total View Page

Visitors

free counters

Clock

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.