Posted by : Kira's Blog
Selasa, 21 Juni 2011
Misteri badai atau tsunami matahari kini tidak saja menjadi perhatian para peneliti. Pengambil kebijakan di Inggris pun mulai risau dengan fenomena di luar angkasa itu, apakah sedahsyat dengan julukan yang disandangnya (tsunami atau badai) dan bisa mendatangkan malapetaka bagi semua penghuni Bumi.
Menteri Pertahanan Inggris, Liam Fox, sampai menggelar suatu konferensi khusus di London pada Senin, 20 September 2010. Pejabat bergelar doktor di bidang medis itu rupanya menganggap serius peringatan dari para ilmuwan (termasuk dari NASA awal tahun ini) bahwa suatu ledakan energi Matahari bisa melumpuhkan Bumi pada 2012.
Seperti dilansir harian Telegraph dan The Sun, para peneliti khawatir ledakan besar yang mereka sebut sebagai tsunami matahari itu bisa menyebabkan pemadaman listrik secara total di seluruh dunia dan kekacauan global. Potensi bencana yang terjadi sekali dalam seabad ini bisa membawa ancaman serius pada sejumlah fasilitas vital: kerusakan jaringan listrik, hancurnya sistem komunikasi, pesawat jatuh, dropnya stok pangan dunia, dan porak-porandanya jaringan Internet.
Bencana sejenis disebutkan pernah terjadi pada tahun 1859 dan mendatangkan kerusakan dahsyat di Eropa dan Amerika. Saat itu dilaporkan kawat telegraf terbakar habis. Bahkan, saat itu diberitakan dua pertiga langit di Bumi diselimuti cahaya aurora berwarna merah darah.
Maka, Fox meminta para ilmuwan untuk menyusun strategi guna mengantisipasinya. Mantan penasihat pertahanan pemerintah AS, Dr. Avi Schnurr, juga memperingatkan, "Badai geomagnetik bisa menghancurkan negara-negara di muka bumi. Kita tidak bisa berpangku tangan menunggu bencana itu datang."
Namun, tidak semua ilmuwan yang saat ini was-was dengan ancaman badai matahari itu. Seorang peneliti astronomi dari Indonesia menilai bahwa badai matahari bukanlah hal yang perlu ditakutkan.
Peneliti utama Astronomi dan Astrofisika dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, memaparkan bahwa badai matahari terjadi dari awal terbentuknya matahari dan akan terus terjadi selama matahari ada. Djamaluddin juga mengatakan bahwa badai matahari yang merupakan siklus 11 tahunan dapat juga terjadi setiap saat dan tidak dapat diperkirakan secara tepat kapan akan terjadinya lagi.
”Badai matahari sering sekali terjadi, pada tahun 1996 dan 2009 aktivitas badai matahari sangat sedikit, ini disebut matahari tenang. Ketika badai matahari banyak terjadi, maka disebut matahari aktif. Ini terjadi pada tahun 1991,2000, dan diperkirakan akan terjadi lagi pada tahun 2013,” ujar Djamaludin.
Bahkan, dia menuturkan, badai matahari terakhir yang mengenai bumi terjadi pada tanggal 1 Agustus 2010 kemarin. Hal ini tentunya luput dari pengamatan masyarakata awam karena badai matahari ini tergolong dalam skala kecil. “Badai matahari yang kecil hanya akan menimbulkan aurora di kutub,” jelasnya.
Menanggapi ramainya berita dan kekhawatiran yang timbul akan ramalan badai matahari 2013 yang akan melumpuhkan bumi, Djamaludin menjelaskan bahwa badai matahari tidak berbahaya bagi kehidupan manusia secara langsung. Dia meluruskan anggapan bahwa badai matahari adalah sesuatu yang sangat menakutkan bagi umat manusia.
“Badai mataharinya sendiri tidak berbahaya secara langsung bagi umat manusia. Namun kemajuan teknologi saat inilah yang terlalu rentan akan badai matahari,” lanjutnya lagi.
Dia menjelaskan bahwa teknologi yang menggunakan satelit dan listrik, seperti navigasi, komunikasi dan perbankan, akan memperoleh imbasnya. Dia memberikan contoh efek terbesar dari badai matahari terjadi pada tahun 1989 di Kanada dan Swedia.
“Pada saat itu badai matahari menyerang konduktor listrik dan menyebabkan listrik mati selama sembilan jam,” jelasnya.
Hal ini terjadi karena partikel-partikel dari badai matahari mempengaruhi induksi listrik di daerah tersebut, namun hal ini tidak akan berpengaruh terhadap jaringan listrik yang luas. Djamaludin mengatakan bahwa badai matahari bukanlah ancaman jika ada tindakan antisipasi yang dilakukan oleh badan terkait.
Diantaranya adalah pengaturan satelit jika badai matahari diperkirakan akan terjadi. Satelit merupakan teknologi paling rentan terhadap gejala alam ini. Diantaranya yang akan paling parah terkena imbasnya adalah perangkat telekomunikasi, navigasi dan perbankan.
“Bumi tidak akan mengalami gangguan selama dilakukan langkah-langkah pengamanan. Diantaranya adalah mematikan sementara satelit atau menempatkannya dalam save mode, untuk kemudian dinyalakan kembali jika badai matahari telah berakhir,” papar Djamaludin.
Perkiraan kapan terjadinya badai matahari, ujarnya, dapat dilakukan dengan menggunakan teleskop canggih. Melalui teleskop ini, aktivitas magnetik di permukaan matahari serta ledakan matahari dapat dilihat. Kapan terjadinya, berapa lama dan apakah akan mengarah ke bumi dapat diketahui dengan cara ini.
Djamaludin mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir akan dampak badai matahari. Tidak seperti Kanada yang waktu itu mati lampu karena badai matahari, Indonesia diperkirakan tidak akan terpengaruh sama sekali.
“Belum ada penelitian yang mengatakan bahwa negara-negara di daerah ekuator seperti Indonesia juga terkena dampaknya, biasanya badai matahari berdampak paling besar pada daerah-daerah yang dekat dengan kutub,” jelasnya.
Namun, operator telekomunikasi dan perbankan di Indonesia yang mengandalkan teknologi satelit akan terancam jika badai matahari terjadi. Untuk itu, LAPAN bekerjasama dengan instansi terkait melakukan sosialisasi mengenai badai matahari ini dan meluruskan informasi yang keliru di masyarakat.
“Tujuan sosialisasi ini adalah meluruskan bahwa badai matahari tidak mengancam kehidupan manusia secara langsung, tapi mengancam teknologi yang ada,” ujarnya.
Sosialisasi yang dilakukan LAPAN berupa pertemuan dengan beberapa pemegang saham perusahaan terkait. LAPAN juga melakukan sosialisasi melalui ceramah, workshop dan seminar-seminar kepada masyarakat.